NOTIS:

Terima kasih kepada semua pengundi.......

Apa sebab India di bawah PM Modi menjadi tempat berbahaya bagi kaum Muslim?



Artikel 12 Mac 2020 lalu

Bulan lalu, ibu kota India, New Delhi, mengalami kekerasan komunal yang menargetkan minoritas agama terburuk dalam lebih dari 30 tahun. Tercatat setidaknya 43 korban tewas dan wilayah bagian timur laut Delhi diisolasi.

Seperti biasa, setelah insiden kekerasan terhadap minoritas di India, Perdana Menteri Narendra Modi menanggapi dengan diam beberapa hari. Akhirnya dalam posting di Twitter, ia mengatakan, “perdamaian dan harmoni adalah pusat etos kami” dan memohon “perdamaian dan persaudaraan setiap saat”.

Namun, di bawah pemerintahan Modi, etos India adalah Hindu, dan perdamaian dan persaudaraan mensyaratkan kelompok minoritas agama untuk tahu diri. Nasionalisme Hindu semacam inilah yang menyebabkan serangan terhadap umat Islam, rumah mereka, sekolah dan tempat ibadah mereka.

Model Gujarat yang dibawa ke tingkat nasional

Modi terpilih pada 2014 dengan janji bahwa dia akan membawa “model Gujarat”: tingkat pertumbuhan tinggi yang didorong oleh manufaktur yang dipimpin sektor swasta untuk menjadi keunggulan nasional.

Tapi model Gujarat juga melibatkan kuatnya politik populis sayap kanan yang kejam, yang berupaya menciptakan dan mengangkat mayoritas Hindu dari populasi yang beragam secara sosial dan ekonomi untuk menjadi basis suara bagi Partai Bharatiya Janata (BJP) milik Modi.

Strategi ini bergantung pada penciptaan musuh bersama, yaitu kalangan Muslim dan liberal sekuler. Strategi ini juga melibatkan penggunaan kekerasan secara strategis untuk mempolarisasi masyarakat di daerah-daerah yang tempat BJP menghadapi persaingan pemilihan yang paling ketat. 

Kritikus telah memperingatkan bahwa meski Modi tampaknya mengadopsi fokus teknokratis pada pemerintahan dan pembangunan selama kampanye pemilu, tapi kampanye politik populis pecah-belah sayap kanan bergejolak tepat di bawah permukaan dan akan meletup jika BJP berkuasa.

Dengan polarisasi yang telah meningkat selama enam tahun terakhir, para kritikus terbukti benar.

Kaum Muslim dan Dalit telah menjadi target penyerangan dan pembunuhan oleh para aktivis Hindu atas nama perlindungan sapi – sesuatu yang telah lama menjadi perhatian nasionalis Hindu.

Para mahasiswaaktivispolitikus oposisi dan pengunjuk rasa yang menantang pemerintah telah didakwa dengan hasutan atau provokasi untuk melakukan kekerasan.

Yogi Adityanath, seorang biarawan Hindu militan, juga ditunjuk sebagai ketua menteri negara bagian terbesar (setara dengan gubernur) di India, Uttar Pradesh.

Sejak dipilih kembali pada Mei dengan suara yang lebih besar, pemerintahan Modi telah mengklaim mandat untuk memenuhi tuntutan nasionalis Hindu yang telah lama ada untuk semakin meminggirkan minoritas di India.

Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan dan Daftar Warga Negara Nasional

Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan(CAA) adalah salah satu dari tuntutan nasionalis Hindu. 

Undang-undang ini itu melanggar semangat non-diskriminatif konstitusi India dengan mempercepat izin untuk orang-orang Hindu, Parsis, Jain, Buddha, Sikh, dan Kristen yang teraniaya di Bangladesh, Pakistan dan Afghanistan untuk memperoleh kewarganegaraan, tapi tidak berlaku untuk kaum Muslim.

Pemerintahan Modi juga telah menjanjikan Daftar Warga Nasional (NRC) yang akan mengharuskan orang India untuk memberikan bukti dokumen tentang kewarganegaraan mereka.

Aturan ini telah dilakukan di negara bagian Assam, dan berdampak sangat buruk. Sekitar 1,9 juta orang Assam dinyatakan bukan warga negara India dan sekarang harus melalui proses banding yang panjang di pengadilan khusus yang tidak berjalan baik.

Kelompok hak asasi manusia menyebut usulan NRC sebagai tindakan anti-orang miskin. Muslim India takut pemerintah juga akan merampas kewarganegaraan dan hak konstitusional mereka. 

Agenda bersama CAA-NRC dari pemerintahan Modi telah menggerakkan jutaan orang India ke dalam protes damai di seluruh negeri, yang menunjukkan semangat perlawanan kolektif terbesar sejak gerakan kemerdekaan India pada 1940-an.

Protes paling kuat telah dipimpin oleh perempuan Muslim - suatu kejadian pertama dalam sejarah India - di daerah Shaheen BaghDelhi. Para pengunjuk rasa telah menempati ruang publik di sini selama dua setengah bulan, menantang dinginnya musim dingin di India utara. 

Demo Shaheen Bagh juga telah mengilhami lebih dari seratus unjuk rasa permanen lainnya yang dipimpin oleh perempuan di seluruh India.

Retorika mengarah pada kekerasan

Kekerasan pada bulan lalu di New Delhi adalah konsekuensi dari kampanye rezim yang berkuasa melawan unjuk rasa. 

Kampanye ini meningkat selama kampanye pemilihan BJP ketika partai memobilisasidukungan publik mengecam para demonstran dengan tuduhan mengobarkan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum.

Adityanath, biksu Hindu militan di Uttar Paddesh, saat pergi ke Delhi untuk mendulang suara mengatakan bahwa para pengunjuk rasa harus diberi makan “peluru”. Anurag Thakur, seorang anggota parlemen BJP dan menteri negara, meneriakkan “tembak para pengkhianat” pada sebuah panggung pemilihan merujuk pada para pengujuk rasa.

Kejadian ini diikuti oleh dua insiden penembakan terhadap siswa dan pengunjuk rasa oleh individu-individu yang diidentifikasi sebagai pendukung Modi.

Meskipun kalah total dalam pemilihan Delhi, para pemimpin BJP telah melanjutkan kampanye polarisasi mereka dalam persiapan untuk pemilihan mendatang.

Kekerasan bulan lalu dipicu ketika para pemimpin dan pendukung BJP dimobilisasiuntuk memecah unjuk rasa terhadap CAA dan NRC di Delhi. 

Bukan kebetulan, kekerasan itu terkonsentrasi dalam pemilihan yang sangat sengit, ketika para pemimpin BJP mendesak para pemilih untuk menunjukkan kemarahan mereka terhadap para perempuan Shaheen Bagh dengan memilih BJP itu.

Pelaku pidato kebencian yang memicu kekerasan, pemimpin BJP Kapil Mishra, terus membuat pernyataan provokatif terhadap lawan. Polisi, yang dituduh acuh dan terlibat dalam kekerasan, belum menuntutnya sama sekali.

Acuh tak acuh

Saat beberapa bagian di Delhi terbakar, Modi menjamu Presiden AS Donald Trump, yang memuji toleransi India. 

Menteri Perdagangan Australia, Simon Birmingham, juga mengunjungi India dengan misi dagang yang besar dan menggembar-gemborkan aturan hukum dan toleransi India sebagai kekuatannya. Keduanya menyatakan kekerasan sebagai masalah dalam negeri India.

Namun, keadaan mulai berbalik. Calon-calon presiden dari Partai Demokrat Bernie Sandersdan Elizabeth Warren mengkritik rezim Modi. (Presiden BJP, BL Santhosh, merespons dengan mengancam untuk campur tangan dalam pemilihan presiden AS November nanti).

Sementara itu, Mahreen Faruqi dari Partai Hijau Australia, telah menggerakkan sebuah mosi di Senat Australia untuk mengkritik pemerintah India.

Kritik internasional yang memuncak tidak mungkin mengubah kebijakan atau pendekatan BJP, yang berakar pada raison d'etre nasionalis Hindu.

Namun, dukungan internasional akan meningkatkan perlawanan di India terhadap rezim yang berusaha mendominasi politik melalui polarisasi yang kejam.


Sumber | theconversation. com









........
Komen: ........


............oo000oo...........
PENAFIAN
  1 Media.my mengamalkan dan percaya kepada hak kebebasan bersuara selagi hak tersebut tidak disalahguna untuk memperkatakan perkara-perkara yang bertentangan dengan kebenaran, Perlembagaan Persekutuan dan Undang-Undang Negeri dan Negara. Komen dan pandangan yang diberikan adalah pandangan peribadi dan tidak semestinya melambangkan pendirian 1Media.my berkenaan mana-mana isu yang berbangkit.
                      ...oo...

No comments

Post a Comment

© all rights reserved
made with by templateszoo